Aktivis Greenpeace Minta Tutup Tambang Nikel Kepulauan Raja Ampat

Redaksi
By Redaksi
2 Min Read

Batubara-sinyal.co | Jakarta – Bukan hanya di ruang konferensi, aktivis Greenpeace Indonesia dan anak muda Papua juga membentangkan banner di exhibition area yang terletak di luar ruang konferensi. Pesan-pesan lain yang berbunyi “What’s the True Cost of Your Nickel”“Nickel Mines Destroy Lives”, dan “Save Raja Ampat the Last Paradise” terpampang di antara gerai-gerai dan para pengunjung pameran.

Aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai untuk menyuarakan dampak buruk pertambangan dan hilirisasi nikel yang membawa nestapa bagi lingkungan hidup dan masyarakat. Tatkala Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, berpidato dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 kemarin ini di Jakarta.(03/06/2025).

Melalui aksi damai ini, Greenpeace ingin mengirim pesan kepada pemerintah Indonesia dan para pengusaha industri nikel yang meriung di acara tersebut, serta kepada publik, bahwa tambang dan hilirisasi nikel di berbagai daerah telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.

Industri nikel juga merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara, dan jelas akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam pemrosesannya.

“Kini, ancaman serupa membayangi Raja Ampat, wilayah dengan keanekaragaman hayati luar biasa yang di kenal sebagai surga terakhir di Bumi”. kata Iqbal, Selasa, 3 Juni 2025.

Baca juga : Tambang Nikel di Raja Ampat Menuai Tolakan Pemuda Adat

Dalam investigasinya, Greenpeace menemukan kegiatan pertambangan di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran—pulau-pulau kecil di Raja Ampat yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 seharusnya tidak boleh di tambang. Analisis menunjukkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah di babat, mengakibatkan sedimentasi yang berpotensi merusak ekosistem terumbu karang Raja Ampat.

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan ekspansi industrialisasi nikel dan mengevaluasi kembali seluruh kebijakan yang berkaitan. Mereka menilai retorika keuntungan hilirisasi yang digaungkan sejak era Presiden Jokowi dan berlanjut di pemerintahan Prabowo-Gibran justru menutupi kenyataan pahit dan kerusakan lingkungan, pelanggaran hak masyarakat adat, dan ancaman serius terhadap masa depan Bumi. (Redaksi)

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *