Ritual Manganjab di Tano Batak : Menjaga Harmoni Manusia dan Alam

Redaksi
By Redaksi
4 Min Read

Batubara-sinyal.co | Sekitar 200 orang Masyarakat Adat Sihaporas menghadiri Ritual Manganjab di Huta Lumban Ambarita Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Senin, 12 Mei 2025.

Tradisi yang telah lama di laksanakan oleh keturunan leluhur Sihaporas (Ompu Mamontang Laut Ambarita) ini bertujuan untuk menjaga harmoni antara manusia dan alam, serta memohon perlindungan dari bencana kepada Mula Jadi Nabolon (Tuhan Pencipta Alam Semesta).

Ritual di pimpin oleh Tetua adat Ompu Moris Ambarita sejak pukul tujuh pagi, di tandai dengan pemberian Pangurason atau pembersihan diri dengan jeruk perut agar jalannya ritual di permudah dan seluruh keperluan di penuhi.

Ompu Moris menerangkan ritual Manganjab memiliki makna khusus bagi Masyarakat Adat Sihaporas tentang keberlangsungan hidup di wilayah adat. Di katakannya, ritual ini mengingatkan kita atas pentingnya menjaga alam untuk keseimbangan kehidupan Masyarakat Adat di kampung Sihaporas semenjak dulu.

Ompu Moris mengatakan ritual Manganjab ini sangat tergantung dengan hutan, dimana semua bahan kebutuhan ritual di dapatkan dari hutan adat seperti air bersih, jeruk purut, sirih, ikan endemik, dan berbagai jenis tanaman herbal lainnya.

“Semua kebutuhan yang di perlukan dalam ritual Manganjab hanya ada di hutan adat, tradisi ini menunjukkan keterkaitan erat dengan alam yang ada di sekitarnya,” kata Ompu Moris usai memimpin ritual.

Ompu Moris menambahkan ritual ini juga mengandung makna hubungan manusia dengan alam. Dengan menjaga kelestariannya, tentu manusia akan merasakan manfaatnya secara langsung.

“Ketika tanaman subur, hasil pertanian melimpah, maka manusia bisa menikmati hasilnya dengan baik,” ujarnya.

Anda Wajib Tau..!

Ritual Manganjab di laksanakan berdasarkan kalender Batak di hari Sihori Purasa, tepatnya pada bulan Mei. Prosesi ritual Manganjab di awali dengan prosesi ke area tempat ritual yang di dominasi dengan kegiatan berdoa atau di sebut Martonggo (dalam bahasa Batak).

Prosesi ritual Manganjab bisa di maknai sebagai persembahan kepada Mula Jadi Nabolon atau Tuhan Pencipta Alam Semesta.

“Ritual Manganjab ini sebagai bentuk penyembahan kepada Sang Pencipta atas kesuburan tanah, sekaligus bentuk kehormatan kepada alam,” jelas Ompu Moris.

Saul Ambarita, salah seorang panitia ritual menjelaskan prosesi ritual Manganjab ini punya kelanjutannya yang di sebut Mangase-ase, yang artinya pemasangan obat di ladang. Saul mengatakan biasanya setelah prosesi ritual Manganjab selesai, Masyarakat Adat yang mengikutinya mendapat obat yang telah di doakan untuk di letakkan di ladang masing-masing.  Ritual pemasangan obat di ladang di lengkapi dengan Masa Pause seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan ritual. Setelah itu, selama tiga hari kita tidak boleh pergi ke ladang dan hutan.

“Setelah larangan ini selesai di jalankan, di hari ke tujuh akan ada ritual penutup yang di sebut Manangsang Robu. Tempatnya di hutan wilayah adat Sihaporas,” terangnya.

Saul mengatakan dari rangkaian seluruh prosesi ritual ini, akan di akhiri dengan makan bersama dengan cara membentuk barisan melingkar, sembari mengucapkan Umpasa atau pantun Batak sebagai penutup acara.(Redaksi)

 

Tulisan ini adalah karya Jurnalis Masyarakat Adat Tano Batak, Sumatera Utara.

Writer : Risnan Ambarita

Terbit : 16 Mei 2025

Sumber : https://www.aman.or.id/news/read/2089

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *